TEORI BELAJAR BRUNER
Belajar
merupakan aktifitas yang berproses, tentu didalamnya terjadi
perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui
tahap-tahap yang antara satu dan lainnya bertalian secara berurutan dan
fungsional. Dalam memandang proses belajar, Brunner menekankan adanya
pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang
disebut “(Free discovery learning)” (Budiningsih,2008). Ia
mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan
kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.
Misalnya untuk memahami konsep kejujuran, siswa pertama-tama tidak menghafal
definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang
kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata
“kejujuran”.
Sementara
ditinjau dari arti katanya “discover” berarti menemukan dan “discovery”
adalah penemuan. Robert B. menyatakan bahwa discovery adalah proses
mental di mana anak/individu mengasilmilasi konsep dan prinsip (Ahmadi,2005).
Jadi, seseorang siswa dikatakan melakukan discovery bila anak terlihat
menggunakan proses mentalnya dalam usaha menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip. Proses mental yang dilakukan, misalnya mengamati,
menggolongkan, mengukur, menduga dan mengambil kesimpulan.
Selain
itu Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu
memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan. Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa
kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan
sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan
menjadi tiga tahap (Muhbidin Syah,2006:10). Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap
informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
(2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin
bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui
apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Teori belajar
Bruner dikenal dengan teori Free Discovery learning.
Bruner
mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas
untuk merancang pembelajaran efektif di kelas. Menurut pandangan Brunner (1964)
bahwa teori belajar itu bersifat deskriftif dimaksudnya untuk memberikan hasil,
karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Sedangkan
teori pembelajaran itu bersifat prespektif dimaksudkan untuk mencapai tujuan
dan tujuan utama teori pembelajaran itu sendiri adalah menetapkan metode
pembelajaran yang optimal, misalnya, teori belajar memprediksikan berapa usia
maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran
menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan.
Dalam
mengajar guru tidak menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk final, tetapi
anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan
menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar,
prosedurnya (Ahmadi,2005) sebagai berikut :
- Stimulus (pemberian
perangsang/stimuli) : Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan
pertanyaan yang merangsang berfikir si belajar, menganjurkan dan
mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah.
- Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
: Memberikan kesempatan kepada si belajar untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin masalah yang relevan dengan bahan belajar kemudian memilih dan
merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah
tersebut).
- Data Collection (pengumpulan data) :
Memberikan kesempatan kepada para si belajar untuk mengumpulkan informasi
yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesa tersebut.
- Data Processing (pengolahan data) :
Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara,
observasi dan lain-lain. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
- Verifikasi : Mengadakan pemeriksaan
secara cermat untuk membuktikan benar dan tidaknya hipotesis yang
diterapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing.
- Generalisasi : Mengadakan penarikan
kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Menurut
Brunner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun
mata pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang
tersebut. Gagasanya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum)
sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro,
menunjuk cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara
umum dan kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam
cakupan yang lebih rinci. (Budiningsih,2008:42).
Pendekatan
penataan materi dan umum ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum
spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi dipelajari dengan tahap
perkembangan kognitif orang yang belajar. Sejalan dengan pernyataan di atas,
maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan
tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat
diberikan padanya. Dengan kata lain perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut
Brunner perkembangan kognitif seseorang terjadi melaui tiga tahap pembelajaran
yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu :
1. Tahap
enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan
sekitar, artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan
motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
b.
Tahap Ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar atau visualisasi verbal. Maksudnya dalam memhami dunia sekitarnya
anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
c.
Tahap Simbolik, seseorang telah mampu memilki ide-ide atau gagasan-gagasan
abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol bahasa, logika,
matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak
sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin
dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi
menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannnya sistem enaktif dan
ikonik dalam proses belajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar